Senin, 22 Maret 2010

Trang-trang kolentrang...si londok paeh nundutan....

Trang - trang kolentrang...
Si Londok paeh nundutan...
Tigebrus kana durukan...
Mesat gobang kabuyutan....

Sebait syair di atas masih saya ingat sampai sekarang, 30 tahun yang lalu ketika bersama teman-teman kecil menyanyikannya sambil bermain di bawah hujan rintik-rintik di halaman rumah diterangi sinar matahari senja yang menebar warna pelangi. Kemudian sekarang ketika dalam kesendirian melantunkan syair ini dan mencoba merenungi makna artinya dalam kondisi yang jauh berbeda terasa begitu menyentuh.
Bait di atas bila diartikan dalam bahasa indonesia kira kira seperti ini :

Trang trang kolentrang (seperti bunyi pedang beradu)
Si Londok (sejenis binatang / bunglon) mati ketiduran
Jatuh ke dalam pembakaran
Menarik pedang kelamaan...

Dalam renungan tersirat makna yang menggambarkan bagaimana hiruk pikuknya pergulatan hidup yang membutuhkan perjuangan bagi siapa yang ingin meraih kesuksesan, tetapi ini tidak membuat seseorang yang tidak punya pendirian atau prinsip yang kuat untuk semaksimal mungkin mengeluarkan potensi yang ada dalam dirinya dalam meraih kesuksesan. Ia lebih suka menonton atau malah tidur dan bermalas malasan. Dan ketika tiba saatnya ia sadar telah berada dalam situasi yang buruk maka perjuangannya sudah terlambat karena sudah tidak ada waktu lagi.
Barangkali bait ini perlu kita nyanyikan terus menerus ketika rasa malas kita untuk berkarya datang pada diri kita sebelum semuanya terlambat...ketika kita sudah tidak punya waktu lagi untuk berkarya dan berjuang...

3 komentar:

Anonim mengatakan...

ayeuna mah tos langka lagu nukitu teh

Unknown mengatakan...

orangtua masih suka menyanyikannya, ketika kami kecil sebelum ada tv

Unknown mengatakan...

Klw pertanyaannya kumaha kaayaan si londok teh ?

Posting Komentar